Kamis, 13 Agustus 2015

[REVIEW BUKU] 99 Cahaya Di Langit Eropa : Menjejak Sejarah Islam Di Eropa

hidayah-art.com

Judul    : 99 Cahaya Di Langit Eropa
Penulis : Hanum Salsabiela Rais 
               & Rangga Almahendra
Penerbit: GPU
Halaman: 392 + 

Membeli buku 99 Cahaya Di Langit Eropa saat sudah cetakan ke-7 itu amazing. Penulis baru menerbitkan buku yang pertama. Entah karena menyandang nama besar sang ayah, Amien Rais, atau karena tengah beruntung, buku pertama Hanum ini laris dan dibaca banyak orang.


Waktu pertama membuka halaman awal, saya agak kurang nyaman menikmati ceritanya. Seperti membaca buku pelajaran. Namun saya memaksa diri agar meneruskan bacaan hingga halaman terakhir. Dan saya setuju, buku ini laris karena berbeda dengan buku perjalanan lainnya. Penulis yang merupakan pasangan suami istri mampu menuangkan kisah perjalanan sekaligus mengenalkan dunia Islam yang ada di luar negeri. Sebuah tulisan yang memiliki kompleksitas cerita dan menggugah hati setiap pembaca.

________________

Sinopsis:

Aku mengucek-ucek mata. Lukisan Bunda Maria dan Bayi Yesus itu terlihat biasa saja. Jika sedikit lagi saja hidungku menyentuh permukaan lukisan, alarm di Museum Louvre akan berdering-dering. Aku menyerah. Aku tidak bisa menemukan apa yang aneh pada lukisan itu.

"Percaya atau tidak, pinggiran hijab Bunda Maria itu bertahtakan tauhid Laa Ilaaha Illallah, Hanum," ungkap Marion akhirnya.
_______________

Terus terang sinopsis itu mampu menggerakkan tanganku mengambil salah satu buku dari tumpukan di meja yang ada di dalam toko buku. Mungkin bukan saya saja yang tergerak membawa buku Hanum ke meja kasir dengan alasan sama sepertiku. Sinopsis itu bikin banyak calon pembaca penasaran. Seperti apa sih tulisan itu ada di hijab Bunda Maria?  Saya juga penasaran dengan seluruh cerita perjalanan pasutri yang dirangkum dalam buku 99 Cahaya Di Langit Eropa.

_______________

Review :

Umat Islam terdahulu adalah seorang "Traveler" yang tangguh. Jauh sebelum Vasco de Gama menemuka Semenanjung Harapan, atau Colombus menemukan benua Amerika. Musafir Islam telah menyeberangi tiga samudra hingga mencapai Indonesia, Tiongkok, menembus Himalayan dan Padang Pasir Gobi. (halm. 7)

Seperti buku traveler yang mengisahkan tiap lokasi, kondisi suatu negara, atau keramahan penduduknya, ada yang membedakan tulisan traveler dalam buku ini. Hanum mengisahkan perjalanannya sambil memasukkan unsur sejarah tempat yang disinggahinya. 

Mengikuti suaminya yang tengah menempuh pendidikan karena mendapat beasiswa studi doktoral di Wina, Austria. Hanum berambisi harus bisa menikmati suasana kota Wina dengan berkeliling sambil menunggu lowongan pekerjaan. Sebagai pengangguran ia memiliki waktu yang cukup untuk berjalan-jalan. Salah satu cara mengisi waktu adalah dengan mengikuti kursus bahasa Jerman. Di sini lah ia bertemu dengan Fatima, perempuan cantik berasal dari Turki.

Dari sini pula Hanum mengawali  kisah perjalanannya dengan kisah perjuangan seorang laki-laki Turki. Lukisan laki-laki itu bisa ditemukan dalam salah satu ruang di Museum Wina. Kara Mustafa Pasha adalah Panglima perang Dinasti Turki. Beliau adalah seorang panglima perang Khalifah Usmaniyah atau Ottoman. Kisah perjuangannya pula yang sering disisipkan dalam cerita perjalanan ini. Seperti saat Hanum bersama Fatma menginjakkan kaki di museum Wina. 

"Di mata orang Eropa, Kara Mustafa adalah seorang penakluk. Itulah mengapa dia dilukis seburuk itu. Karena dia adalah...seorang penjah...," kata-kata Fatma terpenggal. Ia tak meneruskan kata-katanya. (halm. 79)

Dalam kalimat tersebut saya menemukan kata-kata dengan makna sama yang diulang penulisannya dalam kalimat berbeda. Penjelasan yang tak perlu. 


Namun sebenarnya banyak kalimat atau quote menarik yang mampu menghapus kekurangan buku pertama karya Hanum ini.

Dari halaman 39, ketika Fatma dengan putrinya, dan Hanum tengah menikmati minuman di kafe. Hanum mendengar percakapan tiga orang turis yang menjelek-jelekkan  Turki dan hubungannya dengan kisah masa lalu perjuangan Islam di Austira.

"Kurasa tamu di balik tembok ini sedang menjelek-jelekkan Islam. Mereka menyebut croissant melambangkan bendera Turki yang bisa dimakan. Kalau makan croissan artinya memakan Islam! Pokoknya menyebalkan!" (halm. 39)

Kalimat provokasi Hanum yang tak mampu menimbulkan amarah pada diri Fatma. Perempuan Turki itu malah melunasi tagihan minum bir dan croissant tiga turis yang tengah mencela Islam. Fatma justru membalas keburukan sikap turis dengan kebaikan. Karena kata-kata turis itu mewakili sejarah Turki saat hampir menguasai Eropa. Namun terpukul mundur oleh tentara gabungan Jerman dan Polandia. 

Fatma menyadari tinggal di negeri yang menjadikan Islam minoritas harus memiliki strategi. Mengenalkan Islam tidak boleh dengan kemarahan, hasutan, atau teroris, kalau ingin melihat kejayaan kembali Islam. Namun Fatma ingin menjadi Agen Islam yang baik di Eropa. Sungguh, niat yang sangat mulia dan patut ditiru, tak sekedar diapresiasi. Tekad Fatma memang ingin menjadi manusia muslim yang tak hanya menjalankan kewajiban membaca syahadat dan shalat. Namun juga melekat kewajiban sebagai manusia yang senantiasa terus memancarkan cahaya Islam sepanjang zaman dengan  keteduhan dan kasih sayang. 

Masih banyak kisah yang mengharu biru hati saya hingga mampu membuyarkan tetes bening di mata karena kisah Fatma. Atau kejadian lucu ketika Rangga jengkel dengan sikap Stefan, yang meremehkan soal daging babi yang haram. Hingga Rangga mengumpamakan bila anjing peliharaan Stefan dimakan, membuat Stefan tak mampu berkata dengan wajah aneh.

Saya makin larut mengikuti kisah Hanum dan Rangga, ikut kecewa ketika niat ingin menunaikan ibadah haji bersama jemaah haji Eropa yang tergabung dari berbagai negera di Eropa ini. Sikap atasan Rangga  yang tidak memberikan izin berangkat haji karena menyamakan dengan 'liburan'. Saya ikut larut dalam kekecewaan Hanum karena ia tak bisa berangkat haji bareng suaminya. 

Ia menyikapinya dengan menerima dan menganggap ini adalah mukjizat kecil untuknya. Perjalanan Haji memang tak sama dengan perjalanan liburan. Karena kita tak pernah tahu, meski sudah direncanakan, kalau Allah tak menghendaki akhirnya tak akan terjadi. Seperti beberapa calon jemaah haji yang gagal berangkat karena visanya belum jadi. Atau justru berangkat saat detik terakhir, karena visanya baru jadi. 

Haji adalah panggilan Allah bagi umatnya yang berniat dan bertawakal berikhtiar menggapainya.



Dan saya setuju dengan quote yang ditulis Hanus dalam prolog buku ini, yaitu :

Eropa tidak hanya Menara Eiffel, Tembok Berlin, Colosseum Roma, atau gondola-gondola di Venezia. 
Islam dan Eropa pernah menjadi pasangan serasi. Meski hubungan keduanya ditingkahi pasang surut prasangka dan berbagai dinamika. Namun Islam pernah berjaya di bumi Eropa. Sederet prasangka acapkali muncul karena ada pihak yang terus bekerja untuk memperburuk hubungan keduanya. 

Jadi, akan jadi agen Islam seperti apa kamuuu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar